Bisnis.com, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron akhirnya diganjar sanksi teguran tertulis lantaran terbukti melanggar etik berupa penyalahgunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi. Sanksi itu dibacakan pada sidang vonis yang digelar Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Jumat (6/9/2024).
Salah satu fakta yang terungkap yakni Ghufron menghubungi Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan) saat itu, Kasdi Subagyono, terkait dengan mutasi salah satu keluarga dari kerabatnya. Untuk diketahui, Kasdi saat itu menjabat Sekjen di bawah kepemimpinan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Adapun, keduanya bersama dengan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, merupakan terdakwa kasus pemerasan di Kementan yang ditangani oleh KPK.
Awalnya, pada sekitar 2022, KPK sudah mulai menelisik dugaan korupsi di Kementan itu. Melalui nota dinas kepada pimpinan KPK, Deputi Informasi dan Data sudah menyebut adanya dugaan keterlibatan Kasdi khususnya pada kasus jual beli jabatan.
Meski demikian, pada saat kasus itu sudah mulai ditelisik oleh KPK, Ghufron menghubungi Kasdi melalui telepon WhatsApp terkait dengan permohonan mutasi salah satu anggota keluarga dari kerabatnya.
Dewas mengungkap, Ghufron memperkenalkan diri ke Kasdi dengan penyampaian "Saya Ghufron, dari KPK". Tujuannya, untuk meminta bantuan dalam proses mutasi pegawai Inspektorat II Kementan Andi Dwi Mandasari, agar dipindahkan ke BPTP Jawa Timur.
Baca Juga
Ghufron mendapatkan nomor Kasdi dari rekannya sesama pimpinan, yakni Alexander Marwata yang juga diperiksa sebagai saksi oleh Dewas KPK.
"Bahwa Terperiksa [Ghufron] mendapatkan nomor HP saksi Kasdi Subagyono tersebut dari saksi Alexander Marwata yang sebelumnya menghubungi saksi Fuadi yaitu rekan saksi Alexander Marwata di BPKP dan bertugas di Kementan RI sebagai Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara melalui pesan WA," demikian pemaparan Anggota Dewas KPK Harjono, Jumat (6/9/2024).
Adapun Andi Dwi Mandasari merupakan menantu dari kerabat Ghufron, yakni Tri Endang Wahyuni. Pada saat itu, Tri menceritakan kepada Ghufron ihwal keinginan Andi untuk mengundurkan diri (resign) karena ingin ikut suaminya di Malang, Jawa Timur.
Tri lalu mengirimkan surat pengunduran diri menantunya itu ke Ghufron, sekaligus surat penolakan mutasi yang sebelumnya telah diajukan melalui WhatsApp. Ghufron lalu disebut menghubungi Kasdi mengenai hal tersebut.
Dewas kemudian mengungkap dalam jangka waktu dua pekan Ghufron menghubungi Kasdi, permohonan mutasi Andi disetujui melalui Surat Keputusan (SK) No.B.1/Kpts/Kp.250/A2/3/2022 tanggal 31 Maret 2022.
Saat diperiksa sebagai saksi oleh Dewas, Kasdi disebut mengaku segan kepada Ghufron karena statusnya sebagai Wakil Ketua KPK. Apalagi KPK pun diketahui tengah mengusut dugaan korupsi di Kementan yang juga menyeret Kasdi.
Dewas pun memutuskan bahwa tindakan-tindakan Ghufron itu membuktikan bahwa adanya permintaan bantuan kepadanya lantaran pengaruh sebagai salah satu pimpinan KPK.
Oleh sebab itu, Majelis Etik Dewas KPK akhirnya menjatuhkan sanksi teguran tertulis ke Ghufron. Sanksi itu terkategorikan sedang. Pimpinan periode 2019-2024 itu terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewas (Perdewas) KPK No.3/2021.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa teguran tertulis yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Selain itu, Ghufron turut dijatuhi hukuman pemotongan penghasilan setiap bulannya selama enam bulan. Meski demikian, untuk diketahui, masa jabatan Ghufron di KPK hanya tersisa kurang dari 6 bulan lagi.
Majelis Etik menilai apa yang dilakukan Ghufron patut dijatuhi sanksi sedang lantaran memberikan dampak negatif berupa citra buruk kepada lembaga.
Adapun terdapat sejumlah hal meringankan dan memberatkan terhadap Ghufron. Satu-satunya hal meringankan putusan terhadal Ghufron adalah belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Sementara itu, hal-hal memberatkan yaitu tidak menyesali perbuatan yang dilakukan, tidak kooperatif menunda-nunda sidang, serta jabatannya sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan.